Batik tulis garutan
Tradisi membatik di kalangan orang sunda sudah berlangsung sejak dahulu bahkan didalam naskah “siksa Kanda ng Karesian” yang berasal dari abad ke 16 (1518), sudah disebutkan motif-motif batik.artinya, saat itu tradisi membantik sudah ada, tradisi ini terus berlangsung hingga sekarang. Di beberapa daerah, seperti di Cirebon,Tasikmalaya,dan Garut,tradis membatik telah melahirkan motif-motif batik di Garut, misalnya berkembang karena pengaruh lingkungan sosial-budaya, falsafah hidup, dan adat istiadat orang sunda. Dengan demikian , motif ini batik garutan adalah cerminan kehidupan sosial masyarakat Garut dari masa ke masa.
Motif batik garutan umumnya menghadirkan ragam hias dalam bentuk-bentuk geometrik. Bentuk-bentuk geometrik ini mengarah secara diagonal, bentuk kawung, atau belah ketupat. Ada pula motif-motif yang mengambil pola bentuk-bentuk flora dan fauna. Sementara warna yang digunakan dalam batik garutan umumnya warna cerah, seperti krem, merah, hijau dan kuning.
Motif-motif yang khas garutan di antaranya motif turih oncom, merak ngibing, rereng apel, dan kawung ece. Motif-motif ini kemudian dimodikasi dan lahirlah motif-motif baru seperti lereng eneng, lereng udang, suliga ukel, sintung, cupat manggung, siku seling, kumeli bunga, adu manis patah tebu, rereng calung, barong kembang, sidomukti, limar, cakra, ayakan, angkin dan sebagainya.
Batik garutan sudah menjadi barang souvenir sejak jaman Belanda. Dalam buku Garoet, en Omstreken yang diterbitkan tahun 1922, disebutkan bahwa cendera mata atau oleh-oleh yang dibawa pulang oleh para turis eropa atau para pelancong mancanegara dari Garut adalah kain Batik. Maklum buku itu memang ditulis sebagai petunjuk perjalanan wisata yang di peruntukan bagi turis-turis asing.
Pada akhir abad ke-19, K.F. Holle, juragan perkebunan teh waspada Cikajang, juga mengembangkan produksi batik diperkebunannya. Tidak jelas benar, apakah batik itu diproduksinya untuk dijual atau hanya untuk keperluan sendiri. Bisa jadi hanya untuk memperdayakan masyarakat di perkebunan atau melestarikan tradisi pembuatan batik.
Tahun 1945, batik garutan semakin dikenal dengan sebutan batik tulis garutan, dan mengalami masa kejayaannya antara tahun 1967-1985.
Saat itu di Garut terdapat 126 unit usaha batik tulis Garutan yang produksinya bukan saja dijual di pasar lokal, tetapi juga di tingkat nasional.
Tahun 1930 pengrajin batik, seperti Ayu Iti di Jl. Gunung Lumbung, Ayu Anah di Jl. Sedakeling kerajinan batik yang diproduksinya dikenal dengan nama batik tulis garutan.
Dewasa ini batik garutan umumnya di produksi di Garut Kota, di antaranya batik tulis ibu Hj. Uba di Jl. Papandayan dan batik tulis cap tulen milik ibu Dodah di Kampung Sisir jl. Ciledug Garut Kota.
Tahun 2000an batik garutan mulai dikenal kembali setelah pemerintahan daerah dengan gencar memperkenalnya kepada publik melalui berbagai kegiatan. Misalnya melalui lomba berbusana batik garutan, lomba disain batik garutan bahkan setiap hari tertentu pemerintah daerah mewajibkan kepada pegawai untuk memmakai busana seragam batik garutan.
Salah satu tokoh penggemar batik garutan adalah Ibu Karlinah Umar Wirahadikusuma istri wakil presiden tahun 1983-1988, adalah pemakai sejati kain batik dan menyukai batik garutan dan tasik sejak tahun 1953 (Sumber : Edisi Tahunan Tren 2011 Majalah Wanita Kartini).
https://www.facebook.com/media/set/?set=a.360711623944124.107043.100000158680120&type=3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar